Pemberian imunisasi secara lengkap dan sesuai jadwal bukan hanya
bermanfaat untuk menghasilkan kekebalan tubuh terhadap penyakit, tapi
juga mencegah penularan penyakit atau wabah.
(Dok:Puskesmas Mijen bersama PKK Kedungpane, Imunisasi secara massa) |
Beberapa kejadian
di Indonesia sudah membuktikan hal tersebut. Sebut saja wabah polio pada
tahun 2005-2006 yang menyebabkan 385 anak lumpuh, wabah campak antara
tahun 2009-2011 yang menyebabkan 5.818 anak dirawat di rumah sakit dan
16 diantaranya meninggal. Yang terbaru adalah wabah difteri di Jawa
Timur tahun 2011 yang menyebabkan 1.789 anak perlu dirawat dan 91 anak
meninggal.
Mayoritas wabah penyakit disebabkan karena cakupan
imunisasi yang rendah. Menurut data Riskesdas tahun 2007, sekitar 46,2
persen anak di Indonesia sudah mendapatkan imunisasi secara lengkap,
dan 45,3 persen imunisasinya tidak lengkap. Indonesia sendiri kini
berada dalam daftar 10 negara yang bayinya banyak yang tidak
diimunisasi, sejajar dengan Angola, Nigeria, Bangladesh, Pakistan, dan
Ethiopia.
Wabah bukan hanya menyebabkan anak sakit berat tapi juga
cacat, bahkan kematian. Dana yang harus dikeluarkan untuk mengobati
penyakit juga tinggi. Padahal, hal itu bisa dicegah melalui imunisasi.
"Anak yang tidak diimunisasi bukan saja tidak punya kekebalan tubuh, tapi juga ia bisa menularkan penyakit pada lingkungannya sehingga penyakit itu tetap berkeliaran di masyarakat dan sulit dieradikasi," kata Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof. Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A dalam acara simposium Imunisasi IDAI ke-3 di Jakarta, Selasa (10/7/2012),.
Untuk mencegah terjadinya wabah, cakupan imunisasi minimal harus mencapai 80 persen. "Untuk penyakit yang infeksinya lebih berat, cakupannya harus 100 persen agar tidak terjadi wabah," kata Sri Rezeki.
Rendahnya cakupan imunisasi di Jawa Timur, menurut Andi Muhadir, direktur surveilans, imunisasi, karantina dan kesehatan Kementerian Kesehatan, diduga kuat menjadi penyebab wabah difteri.
"Cakupan imunisasi secara provinsi di Jawa Timur memang tinggi, tetapi pada tingkat desa cakupannya masih banyak yang rendah," kata Andi dalam kesempatan yang sama.
Gara-gara wabah tersebut, pemerintah kini menganggarkan dana Rp 20 miliar untuk program penanggulangan. "Selain untuk melakukan imunisasi, dana tersebut juga dianggarkan untuk meningkatkan pemahamanan masyarakat akan manfaat imunisasi," kata Andi.
"Anak yang tidak diimunisasi bukan saja tidak punya kekebalan tubuh, tapi juga ia bisa menularkan penyakit pada lingkungannya sehingga penyakit itu tetap berkeliaran di masyarakat dan sulit dieradikasi," kata Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof. Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A dalam acara simposium Imunisasi IDAI ke-3 di Jakarta, Selasa (10/7/2012),.
Untuk mencegah terjadinya wabah, cakupan imunisasi minimal harus mencapai 80 persen. "Untuk penyakit yang infeksinya lebih berat, cakupannya harus 100 persen agar tidak terjadi wabah," kata Sri Rezeki.
Rendahnya cakupan imunisasi di Jawa Timur, menurut Andi Muhadir, direktur surveilans, imunisasi, karantina dan kesehatan Kementerian Kesehatan, diduga kuat menjadi penyebab wabah difteri.
"Cakupan imunisasi secara provinsi di Jawa Timur memang tinggi, tetapi pada tingkat desa cakupannya masih banyak yang rendah," kata Andi dalam kesempatan yang sama.
Gara-gara wabah tersebut, pemerintah kini menganggarkan dana Rp 20 miliar untuk program penanggulangan. "Selain untuk melakukan imunisasi, dana tersebut juga dianggarkan untuk meningkatkan pemahamanan masyarakat akan manfaat imunisasi," kata Andi.
Sumber : health.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar